Karawang, AlexaPodcast.ID – Sistem e-Court Mahkamah Agung kembali memunculkan kontroversi. Wahyudi, Tergugat 1 dalam kasus yang tengah ditangani Pengadilan Negeri (PN) Karawang, melaporkan adanya dugaan keganjilan serius terkait perubahan status amar putusan dalam sistem tersebut. Wahyudi menyoroti hilangnya putusan yang telah diunggah pada 30 Desember 2024, tetapi berubah status menjadi putusan belum siap pada 2 Januari 2025.
“Kami ingin mengklarifikasi bahwa amar putusan sebenarnya sudah keluar dan diunggah melalui e-Court Mahkamah Agung pada 30 Desember 2024 pukul 16.23 WIB. Putusan itu bahkan telah kami dokumentasikan. Namun, pada 2 Januari 2025 pukul 11.00 WIB, status berubah menjadi putusan belum siap. Ini sangat kami pertanyakan,” ungkap Wahyudi, didampingi pengacaranya, Dr. Syafrial Bakri, SE, SH, MH, CP, CPLE, Senin (6/1/2025).
Permasalahan semakin memuncak ketika Wahyudi meminta klarifikasi kepada Panitera PN Karawang. Pada hari yang sama, status putusan kembali berubah dengan alasan salah satu majelis hakim sedang cuti.
“Ketika kami meminta salinan amar putusan pada 2 Januari, hasilnya berbeda dari yang diunggah pada 30 Desember. Amar putusan yang sebelumnya tersedia tiba-tiba hilang dan statusnya berubah menjadi putusan belum siap,” tambah Wahyudi.
Dalam Pasal 26 PERMA No. 7 Tahun 2022, disebutkan bahwa putusan yang disampaikan melalui e-Court memiliki kedudukan hukum yang sama dengan putusan yang dibacakan langsung di sidang fisik. Namun, keganjilan seperti ini, menurut Wahyudi, mencederai prinsip keadilan dan transparansi yang menjadi tujuan utama sistem e-Court.
“Sistem e-Court dirancang untuk memberikan kepastian hukum. Ketika terjadi perubahan status tanpa penjelasan resmi, hal ini jelas bertentangan dengan aturan Mahkamah Agung dan merusak kepercayaan masyarakat,” tegas Wahyudi.
Merespons keganjilan ini, Wahyudi bersama tim pengacaranya melaporkan PN Karawang ke Komisi Yudisial (KY) pada 6 Januari 2025. KY telah menerima laporan tersebut, dan Wahyudi berharap kasus ini dapat menjadi perhatian serius demi menjaga integritas peradilan.
“Saya tidak ingin menghujat hukum atau PN Karawang. Saya hanya ingin memastikan bahwa kejadian seperti ini tidak terulang. Hukum harus ditegakkan secara transparan dan adil,” tegasnya.
PN Karawang menginformasikan bahwa pembacaan putusan akan dijadwalkan ulang pada 8 Januari 2025. Namun, Wahyudi menegaskan bahwa penundaan bukanlah inti masalah. “Yang kami pertanyakan adalah bagaimana putusan yang sudah diunggah bisa hilang begitu saja dan statusnya berubah tanpa penjelasan yang memadai,” jelasnya.
Kasus ini mencuatkan pentingnya menjaga integritas sistem e-Court agar tetap transparan dan bebas dari intervensi. Wahyudi berharap Komisi Yudisial dapat menindaklanjuti laporan ini dengan serius, sehingga kepercayaan masyarakat terhadap peradilan tetap terjaga.
“Ini bukan sekadar persoalan teknologi, tetapi soal keadilan dan kepastian hukum bagi masyarakat. Kami berharap pihak terkait segera memberikan klarifikasi yang jelas dan sesuai aturan,” tutupnya.
Dengan laporan ini, publik berharap penggunaan sistem teknologi seperti e-Court dapat lebih menjamin integritas, transparansi, dan akuntabilitas lembaga peradilan di Indonesia. (Lan)
No Comments