BANDUNG, AlexaPodcast.ID – Pasca Wali Kota Bandung non-aktif Yana Mulyana terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), pengawasan terhadap para pejabat di pemkot tersebut makin diperketat. Bahkan, para istri pun terimbas. Siang tadi, Jumat 7 Juli 2023, para istri pejabat OPD di Pemkot Bandung dikumpulkan KPK.
Sebanyak 500 istri pejabat OPD Pemkot Bandung yang dikumpulkan di Gedung DPRD Kota Bandung itu, mendapatkan sosialisasi terkait bahaya tindakan koruptif.
Deputi Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat KPK Wawan Wardiana mengatakan, pihakknya sengaja mengumpulkan para istri pejabat dalam sosialisasi tersebut karena pencegahan terhadap prilaku koruptif, harus melibatkan pasangan dari seluruh pemangku kebijakan.
“Saya berharap para istri tidak hanya sebagai ‘menteri keuangan’, tapi juga harus sebagai BPK atau auditor. Begitu dapat uang dari suami, tanya dulu itu uang apa. Jangan sampai mau menerima uang haram. Untuk menjaga apakah keluarga kita ini berintegritas (transparan dan akuntabel) atau tidak,” ujar Wawan Wardiana.
Sosialisasi ini, ujar Wawan Wardiana, merupakan rangkaian dari Roadshow Bus KPK. Sebelumnya kegiatan serupa digelar secara terbuka di depan Gedung Sate bersama ratusan masyarakat Kota Bandung.
“Korupsi itu tidak hanya melibatkan teman sekantor, tapi juga keluarga. Pada kesempatan kali ini KPK ingin mengingatkan, ke depan kita jaga Kota Bandung ini pejabatnya amanah. Kita cegah tindakan korupsi melalui peran keluarga,” ujar dia.
Wawan Wardiana menuturkan, saat ini kasus korupsi yang paling sering ditemukan adalah gratifikasi dan suap. Selain itu ada pula tindak pemerasan. “Oleh karena itu, tadi saya juga menjelaskan perbedaan dari gratifikasi, suap, dan pemerasan. Agar keluarga pun tahu dan bisa mencegah tindakan ini terjadi,” tutur Wawan.
Sebab, untuk menerima hadiah, para pejabat harus hati-hati. Apalagi yang berkaitan dengan pekerjaan dan kewenangan yang sedang dijalankan.
“Itu sudah pasti harus ditolak. Tapi kalau ada hadiah di luar konteks pekerjaan kita, misal hadiah makanan dari saudara atau hadiah dalam bentuk lain, itu boleh diterima. Tapi tetap harus dilaporkan ke KPK,” ucap Wawan Wardiana.
Wawan menyatakan, korupsi terdiri atas tiga jenis, yakni, petty corruption, grand corruption, dan political corruption. Petty corruption merupakan korupsi kecil-kecilan yang dilakukan masyarakat umum ke pemerintah kewilayahan untuk memperlancar urusan.
Sedangkan grand corruption merupakan penyalahgunaan kekuatan tingkat tinggi yang menguntungkan segelintir orang dengan mengorbankan banyak orang.
“Biasanya korupsi ini di atas Rp1 miliar. Biasanya pelakunya adalah penyelenggara negara, seperti presiden, wapres, wali kota dan wakil, bupati dan wakil, eselon 1, kepala lembaga. Ini yang ditangani langsung oleh KPK,” katanya.
Sedangkan political corruption berupa manipulasi kebijakan oleh para pengambil keputusan politik yang menyalahgunakan posisinya untuk mempertahankan kekuasaan, status, dan kekayaannya. (***)
No Comments